- Niat
Waktu berniat
Rukun shalat yang pertama adalah niat. Dalam Madzhab Syafi’I, niat masuk dalam salah satu rukun-rukun shalat, meskipun pendapat jumhur ulama (Maliki, Hanafi, dan Hanbali) menyebutkan bahwa niat adalah syarat dalam shalat. Tidak sah shalat seseorang, jika tidak di dahulukan dengan niat. Ada tiga pendapat tentang niat:
- Pendapat Madzhab Syafi’i : Niat harus hadir dalam hati kita, bersamaan atau bersambung dengan takbiratul ihram.
- Pendapat Madzhab Hanbali dan Hanafi : Niat itu boleh sebelum takbiratul ihram dengan syarat, jaraknya tidak terlalu lama atau jarak yang singkat. Jika dia sudah berniat shalat saat dikumandangkan adzan, maka dia bisa menggunakan niat itu dan tidak perlu niat lagi saat akan takbiratul ihram.
- Pendapat Madzhab Maliki : Niat itu bisa digunakan dalam jarak waktu yang lama, misalnya sebelum masuk waktu shalat sudah berniat dan pada saat akan shalat bisa menggunakan niat itu tanpa harus berniat lagi saat akan takbiratul ihram dan shalatnya sah, selama tidak ada yang memalingkan niatnya mulai dari perjalanan sampai pelaksanaan shalat.
Itulah tiga pendapat tentang niat, dan pendapat yang paling kuat Insya Allah adalah pendapat dari Madzhab Maliki, selama niat terjaga sampai pelaksaan shalat, maka niat bisa itu bisa digunakan untuk pelaksanaan shalat.
Mengenai tempat niat, seluruh ulama bersepakat bahwa niat itu tempatnya di hati atau qalbu. Karena niat adalah kesungguhan atau keinginan hati. Jika hati kita sudah menginginkan melakukan suatu amalan, maka itu sudah bisa dikatakan sebagai niat. Dalam Madzhab Syafi’i pun mengatakan bahwa, ketika niat sekedar hati saja, itu sudah sah. Beberapa kalangan madzhab Syafi’i melafadzkan niat, namun hal tersebut tidaklah menjadi syarat sah shalat atau keharusan dalam shalat karena yang menjadi penentu adalah apa yang ada dalam hati seseorang.
Dalam fatwa madzhab Syafi’I mengenai tentang melafadzkan niat, jika tidak melafadzkan niat dan sudah ada keinginan dalam hati untuk melakukan suatu amalan, maka itu sudah bisa dikatakan sebagai niat yang sah. Jadi, kita tidak perlu lagi direpotkan dengan hafalan-hafalan lafadz niat.
Fungsi Niat
Dari tiga pendapat tentang niat, semuanya benar yang terpenting adalah seseorang harus berniat dalam hatinya, shalat apa yang akan dikerjakan. Niat itu yang menjadi penbeda antara amalan yang satu dengan yang lainnya dan juga sebagai pembeda antara amalan ibadah dan amalan bukan ibadah, contohnya seorang yang mandi tanpa niat mandi wajib maka itu hanya sekedar mandi biasa saja, tapi jika dia berniat mandi wajib, meski cara mandinya sama seperti mandi biasanya, maka dia sudah bisa disebut telah melakukan mandi wajib.
Jadi, niat itu sebagai antara amalan ibadah yang satu dengan yang lain, sebagai pembeda antara ibadah wajib dan sunnah dan pembeda antara amalan ibadah atau sekedar aktivitas biasa saja. Maka niat itu sangat penting, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Imam Muslim dan Bukhari, “Amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya.”
Berkaitan dengan Niat
Sebuah kasus, seseorang dalam perjalanan dan belum shalat Dzuhur dan baru tiba di Masjid setelah iqamah shalat Ashar, apakah dia boleh ikut shalat bersama imam namun berbeda niat ? Jawabannya boleh dan sah shalatnya, berdasarkan hadits Nabi, “Amal itu tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya.” Sama juga ketika ada kasus orang yang baru masuk masjid padahal sudah selesai shalat, baru menunjuk salah seorang jama’ah untuk jadi imam, padahal orang tersebut shalat sunnah sedangkan dia shalat wajib, maka shalatnya sah, meskipun berbeda niat antara imam dan makmum.
Waktu zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang sahabat bernama Abdullah bin Mas’ud pernah shalat bersama Nabi. Shalatnya Bersama Nabi adalah shalat wajib dan Abdullah bin Mas’ud setelah shalat Bersama Nabi, beliau kembali ke kampungnya dan shalat Bersama warga kampungnya, shalatnya Abdullah bin Mas’ud adalah shalat sunnah sedangkan warga kampungnya shalat wajib.