Oleh: Syamsuar Hamka (Ketua Departemen Kajian Strategis PP LIDMI)
Sudah sepekan lebih berlalu. Aksi Damai 411, meski semakin redup diberitakan, namun spiritnya belum hilang di hati umat islam. Umat masih dalam posisi ‘siap – sedia’ (stand by) untuk menunggu komando dari para pemimpin umat, jika ternyata nanti akan ada ketidak-puasan terhadap penyelesaian kasus Ahok.
Peristiwa tersebut sebenarnya adalah sebuah refleksi kondisi umat kini. Bahwa umat Islam, masih berada dalam kondisi lemah dan terpuruk. Kelemahan dan keterpurukan itu bisa dilihat, salah satunya aspek kondisi pemuda.
Beberapa bulan sebelumnya, kita disuguhi dengan perkembangan Kelompok dan Pendukung LGBT secara kuantitas. Berdasarkan penelusuran Republika, penganut gaya hidup dan Komunitas LGBT secara terang-terangan muncul di media sosial, salah satunya melalui Twitter. Bahkan, sudah mulai mengincar anak-anak usia SD dan SMP. Misalnya saja, akun @GaySDSMP memiliki 980 pengikut, akun @gaysmpbekasi pengikutnya mencapai 683. Bahkan, akun @SMAgay_jkt, jumlah pengikutnya mencapai 17 ribu.
Siska (nama samaran), mantan lesbi, menuturkan, gaya hidup LGBT sudah masuk ke dunia pelajar SMP dan SMA. Ia berharap orang tua dan pihak terkait mawas diri mencegah tersebarnya LGBT. “Lesbi dan LGBT penyebarannya lebih cepat dari narkoba. Cek saja ke lapangan, hampir tiap hari ada lesbi baru,”. Hal senada juga diungkapkan Amel (nama samaran) yang juga seorang mantan lesbi. Menurut dia, penyebaran lesbi bukan lagi ke kampus, tapi sudah ke sekolah-sekolah. “Sudah naik tingkat, remaja sekarang bukan free sex lagi, tapi jadi LGBT. Salah satunya, lesbi.”
Selain itu, hampir setiap hari kita mendengarkan pula, ancaman keutuhan NKRI yang sama yang berusaha untuk memecah belah kesatuan bangsa dengan impor ideologi asing seperti Syiah. Kita mengetahui, kebanyakan Syiah yang berkembang di Indonesia, di Impor dari dua Negara Penganut Syiah, seperti Iran dan Libanon. Konsep mereka tentang kepemimpinan adalah Imamah yang merupakan pokok ajaran elementer bagi Syiah, terutama Syiah Imamiyyah. Syiah Imamiyyah yang paling mendominasi saat ini adalah Itsna Asyariyah yang berpusat di Iran. Pasca Revolusi Iran tahun 1979, Syiah telah mengalami suatu evolusi dan transformasi ideologi Imamah, yakni dengan hadirnya kelembagaan Wilayat al-Faqih yang notabene produk pemikiran kaum Syiah Ushuli. Syiah Ushuli inilah yang sangat progresif revolusioner, menganggap semua pemerintahandi dunia ini tidak sah kecuali atas keberlakuan Imamah. Secara jelas dan nyata hal ini dapat dilihat pada Konstitusi Iran tepatnya, Pasal 2 jo Pasal 5 jo Pasal 12 jo Pasal 56 jo Pasal 57.
Selain itu pula, gerakan ekstrimis yang mengatasnamakan agama, secara khusus Islam yang dikenal dengan ISIS juga menjadi ancaman serius dalam menjaga keutuhan bangsa. Gerakan sempalan yang membabi buta jihad, menyembelih wanita, membunuh anak-anak, dan melakukan teror adalah konsep yang keliru. Tentu semua itu melawan konsep dasar Islam sendiri yang Rahmatan lil’Aalamiin.
Dakwah dan Tarbiyah
Kemunduran umat islam, tidak lain adalah kemunduran bangsa itu sendiri. Sebab mayoritas penduduk bangsa ini adalah umat islam. Syaikh Abu Hasan Aly an-Nadwy menulis sebuah buku yang berjudul Madza Khaasiru al-“aalam bi Inhithaati al-Muslimiin, Kerugian Dunia akibat Kemunduran Umat Islam. Dalam buku tersebut, ia menjelaskan bagaimana dunia mengalami kekacauan dan kemunduran, akibat dari jatuhnya kekuatan islam. Islam tidak lagi tampil dalam pentas kekuatan global dalam mendorong kondisi sosial yang mapan dan beradab serta menguasai sains dan teknologi, akhirnya dunia pun mengalami kerugian yang besar.
Dalam konteks bangsa Indonesia pun demikian. Bahwa kemunduran yang terjadi di tubuh umat islam, serta ancaman akan keutuhan NKRI lewat berbagai usaha-usaha untuk memecah belah dan menyebarkan paham-paham radikal dan ekstrim adalah tantangan yang mesti untuk dihadapi umat islam.
Pokok persoalan yang paling mendasar dari ancaman tersebut adalah karena kurangnya (bahkan tidak adanya) kekuatan aqidah yang tertanam dengan benar dalam setiap individu muslim. Setiap muslim menjadi islam yang tidak lebih dari sekedar identitas formal. Dalam pengamalan sungguh jauh dari islam yang sebenarnya.
Tidak adanya kekuatan aqidah, serta ancaman penyebaran ‘paham-paham asing’ membuat umat islam, tidak mampu berdiri di atas izzah dan pembelaan atas nama islam. Memilih Pemimpin pun, kita masih mendapatkan dilemma, bagaimana umat menjadi latah, tidak mau bersikukuh untuk menjadikan ibukota Negara dipimpin oleh seorang muslim yang taat, shalih dan anti korupsi.
Umat islam dipecah-belah. Keberpihakan kepada rakyat hanya menjadi slogan yang juga disenangi oleh rakyat permisif dan apatis. Pada akhirnya, yang harus menanggung konsekuensi dari semua itu adalah umat islam sendiri. Cahayanya menjadi redup, syiarnya menjadi memudar, dan kekuatannya hamper tidak lagi dianggap sebagai lawan yang kuat. Umat Islam, tidak memiliki Bargaining Power (Daya Tawar), seperti buih yang banyak namun tak berbobot.
Hal itu terlihat dari mudah-mudahnya orang-orang sekuler atau non-muslim yang berkomentar tentang ayat-ayat suci, namun mereka tidak mengetahui dengan jelas, apa isi dan kandungannya. Bahkan lebih parah, orang- orang seperti ini dibela, juga oleh orang yang tidak mengetahui apa – apa tentang al-Qur’an.
Oleh karena itu harus ada usaha untuk menjadikan umat islam bangkit kembali. Usaha untuk menjadikan islam sebagai pegangan di bawah tuntunan Al-Qur’an dan sunnah yang shahih. Usaha yang disebutkan oleh Imam Malik, bahwa “Tidak akan jaya ummat ini sebelum mereka kembali pada apa yang membuat jaya ummat terdahulu”.
Yang membuat umat terdahulu jaya, adalah karena konsistensi mereka berpegang pada agama. Dunia tidak masuk ke dalam hati mereka. Mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas apa pun yang mereka miliki. Dan mereka berjuang, dengan menanamkan kecintaan akan akhirat dan berusaha menaklukkan dunia di bawah kaki mereka.
Seperti itulah usaha yang terbaik untuk menjadikan umat islam, yang pada akhirnya akan menjaga keutuhan bangsa dan NKRI. Karena seorang muslim, adalah orang yang mencintai tanah kelahirannya, bangsa dan agamanya. Seorang muslim yang memiliki aqidah yang kuat, akan memahami, bahwa Allah menganugerahkan kepadanya tanah air, yang ia harus jaga. Dan ketika itu semua telah dipahami oleh mayoritas umat islam, maka kebangkitan umat dan bangsa bukan suatu hal yang menjadi sekedar impian.
Sebab Allah akan menganugerahkan kepemimpinan, kejayaan dan kekuatan kepada penduduk negeri yang bertauhid dengan benar kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana dalam firman-Nya,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٥٥
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. An-Nur: 55)
Kekuatan itu adalah kekuatan Tauhid yang ditanamkan lewat dakwah dan pembinaan kepada pribadi setiap muslim. Karena itu, aksi yang tidak kalah lebih nyata untuk membela al-Qur’an yang dinista. Melindungi NKRI dari berbagai makar untuk perpecahan adalah mendidik umat Islam dengan al-Qur’an. Menyebarkan dakwah dengan pendidikan al-Qur’an yang terarah. Pembinaan yang intensif, berkelanjutan dan bertahap. Pembinaan yang melahirkan pribadi-pribadi Mu’min, Muslih, Mujahid, Mutqin dan Muta’awwin dalam pengorganisasian yang kuat. Pribadi yang lahir dari Dakwah dan Tarbiyah!. (Wallohu a’lam bi ash-Shawab)