Khutbah Jumat
Illaa Man Rahima Robbuk
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ والبَرَكَاتُ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالذُّرِّيَّة
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَ رْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Jama’ah Jumat yang semoga dirahmati Allah Ta’ala
Dalam surah Hud ayat 118 dan 119, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ * إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ
“Dan jika Rabbmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat). kecuali orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.” (Qs Hud: 118-119)
Pada ayat tersebut menyebutkan tentang perselisihan pendapat sesama manusia pasti dan selalu terjadi, kecuali yang dirahmati Allah untuk bersatu pendapat.
Sejak dulu, berbagai macam perkara dan persoalan, akan ada saja perselisihan padanya, bahkan di antara para sahabat ada yang berselisih pendapat dalam memahami ayat dan hadis yang ada, begitupun tabi’in, dan generasi setelahnya, mereka berbeda dalam permasalahan cabang aqidah dan cabang hukum islam.
Namun perselisihan dan perbedaan pendapat tersebut tidaklah menjadikan mereka saling boikot memboikot dan saling bermusuhan, bahkan mereka tetap saling menghargai satu sama lain, menghormati, memuliakan, dan memperlihatkan persatuan islam, apatahlagi di hadapan para musuh kaum muslimin
Jama’ah kaum muslimin rahimakumullah.
Di antara contoh perselisihan yang terjadi di antara pendahulu kita, namun mereka tetap saling menjunjung tinggi nilai persatuan dan memuliakan satu dengan lainnya adalah apa yang terjadi pada kisah berikut
Kisah sahabat Ibnu Abbas dengan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum jami’an pada permasalahan pembagian warisan ibu, bapak, dan suami atau istri. Di mana Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa berpendapat bahwa suami atau istri mendapatkan bagiannya yang sempurna sesuai ketetapan al Quran, begitupun ibu juga demikian sesuai ketetapan al Quran, dan bapak mendapatkan warisan yang tersisa.
Pendapat Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa ibu mendapatkan 1/3 tersisa dan bapak 2/3 tersisa setelah pembagian untuk suami atau istri. Maka Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa bertanya kepada Zaid radhiyallahu ‘anhu, “Apakah anda mendapatkan pembagian di dalam kitabullah 1/3 tersisa”, beliau jawab, “tidak, namun saya mengatakannya sesuai pendapat saya”, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa pun berkata, “Kitabullah lebih berhak untuk diambil dari pendapat anda”. (Mushannaf Abd Ar Razzaq 10/254)
Tidaklah perbedaan pendapat tersebut menghalangi lapang dada dan rendah hati saling memuliakan di antara keduanya, saat Zaid radhiyallahu ‘anhu menaiki tunggangannya, tiba-tiba Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa menghampiri beliau memegang tali tunggangan tersebut untuk menuntun sebagai bentuk penghormatan. Zaid yang merasa sungkan diperlakukan seperti itu dengan sopannya berkata, “Lepaskanlah, wahai anak paman Rasulullah ﷺ”, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa mengatakan, “Haakadzaa umirnaa an naf ‘alaa bi ‘ulamaainaa (Beginilah kami diperintahkan memperlakukan ulama kami)” (Al Mujalasah wa Jawahir Al Ilm 4/146)
Jamaah jumat yang berbahagia
Masih banyak kisah seperti itu yang menunjukkan ketawadhuan para ulama saling memuliakan meskipun di antara mereka terjadi perbedaan pendapat.
Yunus as Shadafi mengatakan, “Tidak ada yang lebih berakal dari Syafi’i, saya pernah berdiskusi dengan beliau pada suatu hari pada suatu permasalahan, kemudian kami berpisah, dan beliau menemuiku, dan memegang tanganku seraya berkata, “Wahai abu Musa, tidakkah kita tetap bersaudara meskipun kita tidak sependapat dalam permasalahan” (Tarikh Dimasyq libni Asakir 51/302)
Demikianlah khutbah pertama, semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala selalu menyatukan hati-hati kita di dalam ukhuwah islamiyah.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرِ الرَّحِيمِ
Khutbah kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسࣱ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدࣲۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
أَمَّا بَعْدُ
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia