Khutbah Jumat
Keutamaan & Fikih Puasa Syawal
Khutbah Pertama
,الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة, وَصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَبَارِكْ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالذُّرِّيَّة, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin jama’ah Jumat yang semoga dirahmati dan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
Di hari yang mulia ini, hari raya ummat Islam setiap pekannya, penghulunya hari-hari yaitu hari Jumat. Hari ini adalah hari ke 12 Syawal 1443 Hijriah, tepat pada tanggal 13 Mei 2022 Masehi.
Sudah hampir setengah bulan Syawal telah kita lewati, tentunya di antara kita ada yang sibuk dengan berbagai macam agenda silaturahmi offline maupun online, ada yang sibuk dengan mudik safar bepergian pulang balik kampung halaman demi melampiaskan rindu terhadap orangtua dan sanak saudara, ada juga yang tidak kemana-mana, hanya di rumah sambil mempercepat waktu pelaksanaan puasa Syawalnya.
Bagi yang telah mengadakan acara keluarga, acara halal bi halal, acara makan minum, dan seterusnya di awal hari-hari bulan Syawal ini, dan belum sempat melaksanakan puasa sunnah Syawal, maka saatnyalah untuk memulai.
Keutamaan yang dimiliki bagi yang mengerjakannya telah disampaikan oleh baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang tahun.” (H.R. Muslim 1164)
Kaum muslimin rahimakumullah
Luar biasa pahala yang didapatkan, seseorang yang telah melakukan puasa Ramadhan, kemudian menambahnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, akan mendapatkan pahala puasa setahun penuh.
Bagaimana hitungannya? Hitungannya seperti ini yaitu 1 bulan Ramadhan dalam hitungan harinya 29 atau 30 hari dikali 10 kali lipat sama dengan 10 Bulan. Kemudian enam hari puasa Syawal dikali 10 kali lipat sama dengan 60 hari atau 2 bulan. Selanjutnya, 10 bulan yang tadi ditambah 2 bulan yang tadi sama dengan 12 bulan atau sama setahun penuh.
Dari mana dapat 10 kali lipat tersebut? Allah Ta’ala berfirman tentang amalan kebaikan yang dikerjakan seorang hamba akan dibalas dengan 10 kali lipat,
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ
Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (Q.S. Al-An’am, Ayat 160)
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ { مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا }
Dari Tsauban pelayan Rasulullah ﷺ, dari Rasulullah ﷺ, Bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idulfitri, maka seakan ia berpuasa setahun secara sempurna. Dan barangsiapa berbuat satu kebaikan maka ia akan mendapat sepuluh pahala yang semisal.” (H.R. Ibnu Majah 1715, dishahihkan al-Albani)
Jamaah Jumat yang sama berbahagia
Mana yang lebih utama, menyegerakannya atau menundanya? Tentunya dalam persoalan kebaikan yang terbaik adalah menyegerakannya kecuali kebaikan tersebut sudah terikat dengan waktu-waktunya. Allah Ta’ala berfirman tentang perintah berlomba-lomba dalam kebaikan,
…فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ…
…Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan… (Q.S. Al-Baqarah, Ayat 148).
Namun ternyata, di antara Ulama ada yang menganjurkan untuk puasa Syawal baiknya nanti sepekan atau beberapa hari setelah lebaran, karena di hari-hari pertama bulan ini adalah momen untuk silaturahmi, dan puasa Syawal waktunya masih banyak selama sebulan, sedangkan momen silaturahmi biasanya banyak dilakukan langsung setelah berhari raya.
Oleh karena itu, bagi jamaah yang ingin menyegerakannya sehari setelah berlebaran idul fitri tidak masalah, dan juga dapat lebih membantu kuat berpuasa karena kebiasaan yang dilakukan berpuasa di bulan Ramadhan. Begitu juga bagi yang mau menunda karena alasan silaturahmi juga tidak mengapa, yang tentunya tanggal hari ini sudah lewat hari-hari silaturahmi, maka baiknya perlu untuk memulai puasa Syawal bagi yang belum memulai sama sekali.
Kaum muslimin rahimakumullah
Pertanyaan selanjutnya, bolehkah tidak berurut hari-harinya, atau mesti berurut? Jawabannya adalah boleh berurut dan boleh tidak berurut, yang penting masih di bulan Syawal. Jika seseorang ingin melakukannya pada tanggal 17, 18, 19, 20, 21, 22 maka boleh, dan jika ingin pada tanggal yang tidak berurutan seperti 17, 22, 25, 26, 28, 29 juga boleh.
Kemudian jamaah Jumat rahimakumullah
Tentunya untuk mendapatkan pahala puasa setahun penuh yaitu dengan mengerjakan puasa Ramadhan dan 6 hari puasa sunnah Syawal, tapi apakah boleh mendahulukan puasa sunnah syawal sebelum puasa qadha? Ulama berbeda pendapat:
- Pendapat pertama: Tidak boleh dan harus mendahulukan qadha terlebih dahulu sebelum Syawal karena dalam hadits tersebutkan bersyarat menyelesaikan puasa Ramadhan terlebih dahulu, jika qadha belum selesai dan Syawal telah berlalu maka tidak ada lagi puasa Syawal karena waktunya telah berlalu. Ini merupakan pendapat Syaikh bin Baz rahimahullah
- Pendapat kedua: Hampir sama dengan pendapat pertama, hanya saja jika qadha belum selesai dan puasa bulan Syawal telah berlalu, maka boleh berpuasa sunnah Syawal di bulan Dzulqa’dah karena udzur. Ini merupakan pendapat Syaikh Utsaimin rahimahullah
- Pendapat ketiga: Boleh mendahulukan puasa Syawal sebelum Qadha Ramadhan. Wallahu a’lam Ini adalah pendapat paling kuat. Merupakan pendapat Syaikh Abdul Aziz at-Tharify hafizhahullah dengan beberapa alasan:
- Merupakan pendapat sebagian salaf, di antaranya: Sa’id bin Jubair, dan salah satu riwayat dari Ahmad
- Apa yang dilakukan secara zhahir oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa bahwa beliau mengakhirkan qadha hingga Sya’ban dan mustahil beliau tidak melakukan puasa-puasa sunnah.
- Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu menunaikan Qadha ramadhannya di 10 hari pertama bulan Zulhijjah, dan mustahil beliau tidak melakukan puasa Syawal
- Adapun hadits ثم أتبعه kemudian mengikutkannya yang di mana merupakan dalil pendapat sebelumnya yang mengharuskan Qadha terlebih dahulu maka dijawab bahwa orang yang tidak berpuasa karena beruzur maka sama dengan orang yang sedang berpuasa hanya saja tetap dia harus mengqadha nantinya
Terakhir, niat itu perdagangan Ulama, Ulama tahu amalan apa saja yang bisa dilakukan sekali dilakukan dengan niat yang banyak, seperti boleh saja seseorang menggabungkan niat puasa 6 hari dengan puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh dan lainnya, untuk mendapatkan kelipatan pahala sekaligus.
Hanya saja puasa Syawal ini tidak bisa digabung dengan puasa qadha Ramadhan jika ingin mendapatkan pahala setahun penuh, meskipun sah puasanya, namun puasanya mesti dipisah agar mendapatkan pahala setahun tersebut.
Demikian khutbah pertama ini, semoga Allah Ta’ala memberikan kita semua rahmat dan ampunan-Nya.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسࣲ وَٰحِدَةࣲ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالࣰا كَثِیرࣰا وَنِسَاۤءࣰۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَیۡكُمۡ رَقِیبࣰا
أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin rahimakumullah
Mari memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّاۤۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡعَلِیمُ
رَبَّنَا تُبۡ عَلَیۡنَاۤۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِیمُ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ
إِنَّ ٱللَّهَ یَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَـٰنِ وَإِیتَاۤىِٕ ذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ وَیَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَاۤءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡیِۚ یَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia