Penistaan al-Qur’an yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta semakin menyebar bak bola panas yang menggelinding. Meski meminta maaf, para ulama, kiyai dan habaib tidak menerima. Mereka tetap menginginkan agar penguasa tersebut diproses secara hukum.
Pasca diundangnya pula para ulama dari MUI, Muhammadiyah dan NU ke Istana, Presiden Jokowi juga memberi informasi yang baik dan bisa melapangkan dada umat islam. Beliau menegaskan bahwa, Presiden tidak akan turut campur dalam kasus penistaan Ahok terhadap al-Qur’an.
Tentu ini semakin memberi semangat bagi para aktivis islam dan ulama. Bahwa kasus tersebut bisa diproses secara hukum dengan jelas. Diberitakan bahwa ratusan ribu umat islam akan turun ke jalan dalam aksi tersebut. Tidak hanya berasal dari Jakarta, bahkan dari beberapa daerah juga turut serta dalam aksi longmarch bela al-Qur’an.
Kita tentu berharap, bahwa para penegak hukum di negara ini tidak tebang pilih. Jangan sampai hukum di negara kita dibuat seperti menjadi pisau. Tajam ke bawah tumpul ke atas.
Dan pembelaan tersebut, bukanlah suatu hal yang menunjukkan radikalisme, namun hal tersebut adalah gerakan untuk menunjukkan izzah. Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak pernah diam jika agamanya dilecehkan.
Sudah cukup muak ummat islam di Indonesia mendengar kata-kata yang tidak beradab dari seorang pemimpin. Negeri ini telah dimenangkan oleh para pejuang yang menghabiskan darah dan peluh, sangat tidak pantas ia diserahkan kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, jika ternyata ia memuluskan banyak kepentingan-kepentingan kapitalis untuk mempertahankan hegemoninya di ibukota.
Sehingga aksi bela qur’an adalah jihad di tanah air untuk memperlihatkan izzah dan kemuliaan umat islam. Dalam al-Qur’an dijelaskan,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Sehingga sangat jelas bahwa, umat islam diharuskan bersungguh-sungguh, tidak diam dalam Jihad menentang ketika agamanya dihinakan. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kehinaan yang akan ditimpakan kepada mereka.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Hadits dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah disibukkan memegang ekor-ekor sapi, dan telah senang dengan bercocok tanam dan kalian telah meninggalkan jihad, niscaya Allah akan kuasakan/timpakan kehinaan kepada kalian, tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”(HR Abu Dawud no. 3003 dalam kitab Al Buyu’, bab An-Nahyu ‘anil ‘Inah; Musnad Ahmad Jilid 2/28)
Karena itu Allah sebutkan dalam al-Qur’an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ (38)
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal keni’matan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
Namun tentu, jihad tersebut, bukanlah jihad yang tanpa panduan dari para ahlul ilmi. Jihad tersebut harus diarahkan dengan konteks yang benar. Keadilan harus ditegakkan, dan kebenaran harus disuarakan. Al-Qur’an harus dibela dengan semua kemampuan yang kita lakukan. Turun aksi dengan damai, dan jika tidak mampu, maka setidaknya, kita menyuarakan dengan sosial media yang ada. Wallohu a’lam bi ash-Showab.