Ibnu Rajab al-Hambali pernah mengatakan dan disebutkan dalam syarah kitab arbain, “Siapa yang meninggalkan meminta tolong pada Allah dan justru minta tolong pada selain Allah, maka Allah akan mewakilkan pertolongan kepada siapa yang diminta itu, maka jadilah ia seorang yang ditinggalkan oleh Allah (tidak ditolong oleh Allah).”
Hasan al-Bashri pernah menulis surat pada Umar bin Abdul Aziz (keduanya adalah tabi`in yang se-zaman). Hasan al-Bashri menasehatkan, “Jangan kamu minta tolong pada selain Allah. Karena kalau begitu, Allah akan mewakilkan pertolongan itu pada orang tersebut”. Sebagian salaf pernah mengatakan, “Ya rabb ku, aku begitu heran pada orang yang mengenalimu sebagai Maha segalanya, ia mengaku mengenal Allah, namun berharap pada selain Allah. Aku juga takjub pada orang yang mengaku kenal Engkau Ya Allah namun minta tolong pada selainmu.”
Kaidahnya, segala sesuatu yang kita jadikan pertolongan untuk melaksankana ketaatan, maka itu pun bagian dari ketaatan walaupun awalnya ia hanya perkara mubah. Pakai microphone adalah perkara duniawi, namun kalau dipakai untuk pengajian, sholat, awalnya microphone itu mubah, namun berubah sebagai ketaatan (kabaikan, red). Nabi bersabda pada Sa`ad bin Abi Waqqash, “Tidak lah Engkau berinfaq”. Ini adalah nafkah yang wajib atau nafkah yang manusiawi yang semua orang lakukan pada keluarga, namun dalam Islam ini bisa bermakna ibadah, “lalu kamu niatkan Untuk mengharap wajah Allah”. Inilah pentingnya niat.
Ulama: niat itu perdagangannya para ulama. banyak orang masuk masjid, saat mengerjakan sunnah tanpa niat, maka tak dapat pahala. Sholat 1 kali, tapi diniatkan sholat tahyatul masjid dan sholat dua rakaat sebelum dzuhur. Amalannya sederhana, tapi berpahala banyak. Ini terjadi karena ilmu. Karena dengan ilmu akan bertambah derajat dan ketinggian kita di sisi Allah. Kalau tak diniatkan, maka mungkin kita kerjakan sebagai keharusan. Hingga suapan yang kamu letakkan pada mulut istrimu, itu juga bernilai sedekah. Sebagian ulama mengartikan maksudnya, nafkah sehingga istrimu bisa makan, maka itu pahala. Ada juga ulama berkata, bahwa itu sunnah memberikan suapan pada istri. Memang ada sunnah yang dilakukan nabi. Intinya, kalau itu diniatkan, sekali suap, maka akan berpahala di sisi Allah.
Banyak kata-kata hikmah dari para ulama salaf atau sahabat. Kalimat yang paling benar setelah alquran dan sunnah, adalah kata mutiara dari pada sahabat, salah satunya dari Ali. Beliau berkata, “Nilai, kualitas, mutu setiap orang, bergantung dari apa profesi yang ia paling mahir disitu”. Untuk punya kualitas, kita harus punya kemahiran, keterampilan, profesionalisme terhadap sesuatu. Kalimat ini akan nampak sesuai dengan ungkapan pertama dari kaidah ini. “Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang dapat memberikan manfaat padamu”. Jangan malah bersungguh-sungguh pada hal sepele, yang tak bisa berikan manfaat. Maka jadikanlah kesungguhanmu ini, hal yang paling anda sungguh-sungguh adalah sesuatu yang diyakini paling beri manfaat di dunia dan di akhirat. Setiap kita ini punya apa-apa, sesuatu yang bisa kita kontribusikan pada diri, orang lain, dan umat. Hati-hati, jangan sampai kualitas itu untuk sesuatu yang rendah. Jangan jadikan nilaimu pada sesuatu yang kamu tidak harapkan bisa dilihat dalam catatan kebaikan antum, seperti pada permainan atau hal yang diharamkan. Jangan bangga saat anak Anda sudah hapal lagu ini dan itu. Masih SD tapi sudah hapal lagu 20 lagu rock. Jangan bilang “Anak saya nanti bisa jadi pemain dunia, main di Barcelona”. Jangan sampai kualitas kita jago main bola, dan tak punya yang lain. Kalau jago main bola, dimanakah itu akan tercatat pada buku kebaikan atau keburukan? Maka pikir baik-baik apa yang dapat dipersembahkan untuk umat.
Alangkah indahnya, sebelum kamu bercita-cita dengan suatu yang tingggi, dan kamu bersungguh-sungguh, maka kamu sesuaikan dengan arahan nabi, apa yang bermanafat untukmu. Setiap kita, hendaklah bertanya pada diri kita, “Apakah pekerjaan yang saya geluti bermanfaat di dunia dan akhirat? Tak bahayakan aku di dunia dan akhirat?” Kalau jawabannya bahwa itu bermanfaat pada dunia dan akhirat, maka silakan kerjakan. Geluti. Selesaikan.
Pertanyaan penting juga, “Apakah kita bisa selesaikan proyek itu sendiri?” Kadang untuk cita-cita tinggi, namun kalau sendirian, kita terjatuh pada satu lubang tertentu. Atau kita dihadang oleh para perampok atau halangan lain yang kita tak duga. Apa yang menjadi jalan keluar kita? Sebelum kita bilang, “Kita butuh teman atau pertolongan, ingat dulu pesan nabi, “Minta tolonglah pada Allah””. Sertakanlah Allah. Jangan hanya sertakan tman-teman antum yang dianggap hebat, profesional dan jangan merasa lemah. Kamu jika minta tolong pada Allah tak akan lemah sama sekali. Siapa yang bertawakkal pada Allah, akan cukuplah Allah bersamanya.
Syaikh menutup dengan beberapa hal yang bisa bantu kita untuk memilih yang bermanfaat. Bagaimana cara mengetahui ini bermanfaat atu tidak? Yang dapat bantu kita pilih yang bermanfaat, ada tiga faktor:
Pertama, al-Ilmu. Apa itu ilmu? Syaikh berkata, ilmu adalah pembeda antara urusan baik dan buruk atau mana yang lebih bermanfaat dari dua hal yang bermanfaat. Ilmu syar`ilah yang bisa memilih haq dan bathil atau saat bertemu dua kebaikan atau dua keburukan. Dan kita juga butuh ilmu duniawi yang lebih membanntu kita untuk menentukan mana bagus dan tidak bagus. Selain ilmu syari, kita juga harus punya ilmu duniawi yang kita butuhkan. Bertanyalah pada ahlu dzikr jika engkau tidak tau.
Kedua, al-Istisyarah (bermusyawarah). Berapa banyak pandangan yang mungkin bagi seseorang bagus sekali, namun setelah ia tukar-menukar pikiran dengan saudaranya, ternyata kebalikan dari sebelumnya. Awalnya, terlihat bagus. Namun setelah minta pandangan orang berpengalaman, maka tak seperti itu. Sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bahwa saudara kita bagaikan cermin, maka kita butuh ‘ngaca’ pada mereka. Minta padangannya. Oleh karena itulah, mengapa Allah menyuruh nabi-Nya untuk bermusyawarah padahal para nabi itu menerima wahyu. Apakah Allah tak cukup? Agar pada pemimpin setelahnya berqudwah kapada nabi. Nabi diperingatkan oleh Allah untuk bermusyawarah bersama sahabatnya. Nabi sebenaranya tidak butuh musyawarah karena ada Allah yang membimbing, tapi ini sebagai qudwah pada pemimpin setelahnya yang tidak lagi menerima wahyu. Pemimpin yang punya ide cemeralang, pemikirannya luas saja butuh bermusyawarah, apalagi kita orang biasa saja. dikatakan dalam suatu atsar (bukan hadits tapi atsar yang makna), “Tidak akan menyesal orang yang bersmuyawarah dengan saudaranya, dan tidak akan rugi orang yang istikharah kepada Allah. Dan bertambah pentingnya musyawarah itu, sesuai sebarapa besar proyek yang kita kerjakan. Rencana mau nikah, kuliah, atau proyek bsinis yang besar, supaya tidak salah langkah maka bermusyawarahlah.
Ke tiga, apa itu hal bermanfaat? Kemampuan kita berbeda-beda dan bakat beda-beda. Apa yang bermanfaat bagi seseroang, belum tentu bermanfaat bagi Anda. Maka kemampuan seseorang itu, kesuksesannya, apakah kita juga punya kemampuan atau bakat itu? boleh jadi ada kesuksesan lain untuk kita di bidang yang lain. Jiwa-jiwa kita ini tidak sama. Pemberian Allah, bakat dari Allah, fasilitas, tidak sama. Kadang Zaid datang menghadap, kita nasehatkan Zaid dengan satu amalan. Dua orang yang datang minta pandangan, adi dan ubaid, tidak mesti nasehat kita pada said dan ubaid sama.
Ini hikmah dari Allah ketika Allah memvariasikan ibadah dalam syariat. Ibadah itu begitu lengkap. Kalau ibadah cuma jihad, atau Cuma zakat, atau cuma sholat, maka mungkin orang ada yang tak mampu. Namun ada ibadah alternatif untuk dekat dengan Allah. Ada orang rajin sholat, sangat khusyu, selalu cepat ke mesjid. Ada pula orang yang yang kuat puasa: senin kamis, tiga hari sebulan, puasa Daud. Ada juga orang yang rajin qiyamul lail. Rajin baca quran. inilah yang dimaksudkan imam malik sebagaimana dikutib Imam Ibnu Abdil Bar dalam tamhidnya, kisah Abdullah al-Umari sangat terkenal dengan ibadahnya. Beliau adalah saudara dengan Ubaidullah al-Umari, seorang ahli hadits. Ubaidullah haditsnya shohih sedangkan Abdullah haditsnya dhoif tapi ahli ibadah. Abdulllah al-Umari pernah kirim surat pada Imam Malik, Imam ahlul hijrah, Imam Madinah, majelisnya didatangi oleh orang dari seluruh dunia. Ta`lim mengharuskan interaksi dengan orang banyak. Menurut Abdullah al-Umari, interaksi Imam Malik dengan orang terlalu banyak. Ia harus banyak bersendiri untuk beribadah dengan meminimalisir interaski dengan manusia. Imam Malik yakini bahwa Beliau bermaksud baik, maka beliau membalas dengan baik pula, “Allah membagi-bagi amal sholeh sebagaimana Allah bagi reski. Ada orang yang dibuka padanya bab sholat, tapi ia tidak banyak puasa sunnahnya.” Abdullah bin Mas`ud, “Kalau saya rajin puasa, saya tidak kuat banyak sholat”. Makanya Ibnu Mas`ud puasanya terbatas, tapi sholatnya sangat banyak (bukan berarti tidak ada puasa sunnahnya). Ada juga orang yang mampu banyak puasa tapi sholatnya biasa-biasa saja. Ada sebagian yang ringan tangan tapi puasanya, sholatnya, biasa saja. Namun saat dibuka kesempatan berderma, ia yang paling hebat. Ada orang yang saat ada panggilan jihad, baru kita bicarakan bagaimana-bagaimananya, ternyata ia sudah ada di sana. Imam Malik berkata, “Ta’lim adalah kebajikan dan saya sudah ridho dengan pemberian Allah”. Kemampuan saya yang paling baik adalah ta`lim. Saya tekuni, saya lazimi, saya tidak sia-siakan pemberian Allah. Dan saya tidak anggap bahwa ta`lim ini tidak lebih rendah dari puasa atau sholatmu yang banyak.
Abdullah bin Mubarak menjawab saat Fudhail bin Iyad menyuruh Abdullah bin Mubarak perbanyak i`tikaf dan tak usah berjihad, maka Beliau jawab, “Wahai orang yang hanya beri`tikaf di dua mesjid saja, andai kamu lihat apa yang kami lakukan saat jihad, maka yang kamu kerjakan itu cuma main-main”. Maka saling menghormatilah karena itu dibutuhkan dalam Islam.
Namun ada pula orang yang mampu semua jenis kebaikan, contohnya Abu Bakar. Makanya beliau akan dipanggil di delapan pintu surga. Abdullah bin Mubarak, ahli hadist, fiqh, siroh , ibadahnya, jihadnya, infaqnya, tawadhunya, suka mengalah pada saudaranya, dan semua kebaikan yang lain. Maka sebagian mengatakan, satu saja yang tidak bisa menggalahkan sahabat adalah karena beliau bukan sahabat. Tapi yang semacam ini jarang. Masing-masing kita cuma bisa sedkit. Maka tekuni yang kita punya , ikhlaskan, niatkan karena Allah.
Kadang dalam menuntut ilmu, ada yang dinasehatkan untuk menuntut ilmu atau dinasehatkan untuk kerja sosial. Selama masih bisa dibagi-bagi, maka dibagi-bagi. Tapi kadang ada hal yang harus dikerjakan bersama dalam amal jamai. Ada orang mau menghapal, tapi ternyata rendah hafalannya. Itulah pentingnya kita tau apa yang paling bermanfaat untuk kita.
Dalam hal duniawi, jangan juga semuanya mau jadi pedangang. Ada orang jago jual beli tanah, lalu kita mau ke sama semua. Ada orang yang jago kuliner, kita semua mau ke sana. Cari spesialisasi kita masing-masing. Kita mau setiap yang dibutuhkan, ada semua ikhwah disitu sehingga kita bisa saling memakmurkan.
Juga dalam spesialisasi ilmu tertentu. Ada yang cocok kedokteran, ada yang cocok ilmu hitung, ekonomi,dll. Ini yang Allah maksudkan dalam firman Allah, makna umumnya, “Masing-masing orang tau dimana posnya”. Mari masing-masing tau mana posnya. Kita di tubuh satu, islam dan kaum muslimin untuk menyebarkan rahmat ke sekalian alam dan meninggikan Islam, maka mari kita jaga pos kita untuk umat.
Kesimpulan:
- Kebahagiaan bisa dicapai dengan jalan bersungguh-sungguh pada hal yang bermanafaat bagii kita dan minta tolong pada Allah.
- Tugas kita adalah kesungguhan pada hal yang bermanfaat bagi kita dan menyerahkan apa yang kita mau dan Allah lah yag akan beri taufik pada kita.
- Tidak logis kalau semua kemampuan kita hanya satu. Variasi amalan adalah sunnatullah secara syariat dan hukum alam.
- Jangan kamu bunuh potensi antum hanya untuk gabungkan dengan kemampuan orang lain.
*) Ditulis oleh Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
**) Catatan kajian kitab ’Kawaid Nabawiyah’ setiap malam Rabu oleh ust.Yusron Anshar, Lc.,M.A. @masjid Anas Bin Malik STIBA Makassar