عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.
Takhrij Hadits
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356). Dishahihkan oleh Syaikh al-Bani rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).
Apa yang dimaksudkan dengan mukmin yang kuat disini? “Mukmin yang kuat lebih dicintai dari mukmin yang lemah, walau setiap muslim baik”. Tidak ada kebaikan kecuali iman. Kalau orang sudah punya iman, maka telah punya modal kebaikan. Namun keislaman seseorang bertingkat-tingkat, maka iman juga bertingkat-tingkat. Yang dapat tingkatkan iman kita adalah mukmin yang kuat. Cara untuk meninggikan derajat kita di sisi Allah dan menambah derajat kita di hadapan Allah, maka berusaha memiliki sifat kuat. Apa itu kuat? Sebagian bilang bahawa maksudnya kuat iman. Ada yang bilang kekuatan ilmu, dan ada yang bilang kekuatan fisik. Ini tak salah dan semuanya mungkin. Tapi kalau perhatian teks hadits ini secara lengkap dan penjelasan ulama, maka kekuatan disini adalah kekuatan tekad, azam, azimah, kesungguhan, semangat. Di sini dikatakan,”Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang bermanafaat untuk dirimu dan janganlah kamu lemah”. Lemah itu adalah orang yang berlandas dengan keadaan untuk melegitimasi kelemahannya. Ini bukan orang yang baik. Ia justru orang yang lemah. Imam nawawi saat syarah hadist ini, mengapa yang dimaksud adalah kekuatan tekad, semangat, cita-cita yang tinggi? Karena ia yang lebih semangat dalam beribadah.
Persoalannya, kenapa ada yang bisa ke mesjid dan ada yang tidak bisa ke mesjid? Ini bukan soal loyo, lemah. Karena satu orang kuat naik gunung. Ia telah mampu taklukkan gunung. Padahal tak ada pendakian menuju masjid, bahkan mungkin penurunan. Soal jihad, Abdullah bin masud, kecil porsi tubuhnya. Namun siapa yang jadi pahlawan perang badar yang menghabisi Abu Jahal? Salah satunya, Abdullah bin Masud. Sahabat pernah lihat betis beliau dan kurus sekali betisnya. Namun kata nabi, jika bukit uhud ditimbang dengan betisnya,maka betisnya lebih berat. Maka kekuatan di sini adalah tekad. Mengapa bisa ada yang bangun tengah malam dan ada yang tidak bisa? Bukan soal karena dia banyak tidur, dan kita kurang tidur. Ia rajin puasa dan kita tidak, bukan soal kita kurus, namun soal azimah, tekad.
Syaikh memulai dengan mengutip satu perkataan. Dari al-Ibsyihi, beliau seornag penyair dari mesir, abad 9 hijriah, wafat tahun 852 H,sama dengan tahun wafatnya Ibnu Hajar al-Asyqalani. Beliau berkata, “Hati-hatilah, jauhilah duduk-duduk dengan orang yang lemah semangat (ajiz).” Katanya, siapa yang duduk dengan ajiz, dia akan a`dahu (ketularan). Kadang ia semangat, namun temannya loyo, tak punya semangat, gairah akhiratnya sedikit, maka tak semangat berkarya, berbuat, beribadah, maka suatu saat, kita juga ketularan. Ini akan membuat kita berlama-lama dalam penyesalan atau keluhan. Ia mengeluh terus, “Susahnya hidup, dll”, sampai-sampai kita menyangka tak pernah bahagia ornag tersebut. Ia akan terbiasa denagn sedikit kesabaran dan membuat ia lupa dengan akibat setelahnya, apakah kebaikan atau keburukan. Seandainya cita-cita itu tinggi, jiwa kita besar, maka tentu, tubuh ini akan capek untuk mewujudkan cita-citanya. Orang yang tinggi cita-citanya, ia akan capek. Kita kadang bingung, masaya Allah,ada orang yang sedikit sekali istirahatnya. Sebalilknya, orang yang tak punya cita-cita tinggi, loyo terus. Sakit lagi, izin lagi, izin lagi, izin terus. Kata al-Ibsyihi, tak ada lawan dari sikap lemah ini kecuali al hazm, tekad yang kaut, pendirian yang teguh.
Kata syaikh, kaidah ini, kaidah yang tetap, mulia, agung maknanya dan mencakup kalamun jami, nafi, perkataan yang menyeluruh, bermanfaat. Terdiri dari hal yang bisa mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Hadist ini menyuruh kita untuk punya cita-cita besar, semangat, untuk hal yang bermanfaat bagi kita. Apa yang bermanfaat? Kata syaikh, urusan yang bermanfaat itu ada dua bagian: urusan akhirat dan urusan dunia. Akhirat, ini jelas dan urusan dunia juga tak mengapa. Seorang hamba butuh dengan hal dunia, sebagaimana ia juga butuh pada hal akhirat. Walau ada tingkatannya, mana hal yang bisa didahulukan kalau bertemu. Namun kalau bisa bersamaan, maka ada dikotomi dalam dunia dan akhirat. Poros dari kebahagiaannya dan taufik dari Allah, adalah bersungguh-sungguh untuk menyiapkan hal yang bermanfaat baginay untuk hal dunia dan akhirat. Namun bukan cuma semangat saja, namun jangan lupa minta tolong pada Allah. Walau punya semangat tinggi, tekad kuat, merasa pintar, merasa punya fasilitas, tanpa pertolonga Allah, tak akan terwujud. Maka kapan seseorang memiliki keinginan besar pada hal bermanfaat baginya dan ia bersungguh-sungguh dan ia mulai menjalani sebab dan jalannyan bisa mencapaikan ia pada hal tersebut. Kalau mau sesuatu, kita akan jalani jalannya yang menyampaikan kita disitu. Jangan salah jalan. Mau selamat, ada jalannya. Sebagaimana dikatakan, perahu itu tak akan bsia berlayar di daratan, sehingga kita bsia mengikuti jalan yang bisa menyampaikan kita di tujuan. Semangat lalu kita mulai jalan di jalan yang bisa sampaikan kita .kemudain ia selalu minta tolong pada Allah, kalau telah terkumpul semua ini, kita akan dapatkan kesempurnaan. Ini tanda keberuntungan.
Kapan salah satu dari 3 faktor tak dimiliki (tekad, memulai jalan, minta tolong pada Allah), maka ia akan luput darinya kebaikan sesuai dari banyak kadar yang ia tinggalkan. Ada orang yang cuma satu punya tekad tinggi. Mau hapal quran, hadist, dll. Tapi ia tak pernah mau begadang untuk menghapal? Atau ia lupa untuk isti`anah pada Allah. Kadang pencapaian, maka sangat bergantung semangat, menjalani, dan isti`anah kita pada Allah. Maka siapa yang tak punya semangat, ia tak akan mendapatkan sesuatu. Kemalasan adalah pokok dari kegagalan. Orang yang malas, maka tidak dapatkan kebaikan dan kemuliaan. Ia tak akan dapatkan bagian penting dari agama dan dunianya.
Sebaliknya, ada yang punya cita-cita besar, tapi sayang, ambisinya itu dalam hal yang tak bermanfaat atau bahkan hal yang memberikan muddhorat atau sesuatu yang bisa menyebabkan ia luput darinya kesempurnaan. Kadang ada orang yang cita-citanya tidak bahaya, namun tak bermanfaat, maka ini akan jadikan berkurang darinya berbagai kebaikan. Buah dari ambisinya yang tinggi, keinginan yang sebesar itu adalah kerugian. Berapa banyak orang yang begitu ambisi menjalani hal yang tidak bermanfaat, maka ia tak ambil manfaat dari ambisinya itu kecuali capek dan kesengsaraan. Jika kita sudah menjalani jalan yang bermanfaat, namun kita tidak bersungguh-sunngu kembali pada Allah, menyandarkan urusan pada Allah. Dan jangan sampai kita mengandalkan jiwa kita, daya kita, dan kekuatan kita. Jangan bilang, “Saya tidak butuh siapa-siapa, saya tak butuh Allah, saya punya kecerdasan, kekayaan”. Ia tertipu. Semua itu milik Allah. Begitu mudah Allah mencabutnya sebagaimana begitu mudah Allah memberinya. Kesempurnaan penyandaran kita lahir dan batin kepada Allah. Lahir dan batin kita, harus bersandar pada Allah. Kalau kita sudah seperti itu, cita-cita tinggi, jalanya bagus, dan menyandarkan diri pad Allah, maka hal yang susah akan mudah bagi kita. Akan sempurna hasil dan buah yang didapat baik urusan agama dan dunianya.
Hal yang darurat yang harus kita ketahui, apa saja hal yang harus kita jalani untuk wujudkan cita-cita itu? Ada dua! Untuk hal yang bermnafaat dalam urusan agama adalah ilmu yang bermnafaat dan amal sholeh. Wasiat hadist yang kita baca ini, ini adalah petikan wasiat nabi kepada seorang sahabatnya. Mungkin pada abu Hurairah atau sahabta lain yang diceritakan oleh abu Hurairah. Ibnu Qoyyim menjelasakan,Beliau memetingkan untuk bersungguh-sunghuh untuk hal yang bisa membantu kita untuk mencapao tujuan dan melarang kita lemah dan ini ada dua hal: kalau kita punya kelemahan dalam menempuh sebab-sebab untuk mencapai kebaikan atau semangat kita yang kurang dan ketidaksungguhan kita dalam meminta tolong pada Allah. Inti kebaikan din ada pada tiga hal ini: cita-cita, kesungguhan dalam mencapai tujuan, penyandaraan diri pada Allah.
Imam Syafii berkata, “Antusiaslah terhadap apa saja yang bermanfaat padamu dan tinggalkan komentar manusia karena tidak ada orang yang bisa selamat dari komentar orang-orang jahil”. Ayat dalam surat al-Qoshos tentang sikap orang yang dapat taufik dari Allah, “Kita punya kerjaan, mereka juga punya kerjaan”, tak usah komentari kami, kami tak mau berkerja bersama orang jahil”. Orang jahil komentar, nyinyir, namun kita jalan terus. Ridhonya manusia, itu cita-cita yang tak akan pernah tercapai. Orang kafir tak akan pernah ridho dengan kita. Kita cukup mengejar ridho Allah, nabinya, dan orang-orang beriman.
Malik bin dinar berkata, “Siapa yang mengenali dirinya, ia telah yakin dengan apa yang dilakukannya, maka tak membahayakan dirinya apa yang dikatakan manusia”. Yang perlu diperhatikan, apabila yang nasehati kita adalah orang alim, maka kita perlu berhenti dulu. Jangan berkata, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Ini bukan anjing, tapi orang berilmu. Tapi yang sungguh berilmu, bukan orang yang mengaku berilmu. Berhenrti dulu,muhasabah dulu, kembali dulu. Namun kalau telah yakin, dan komentar itu memang tak perlu dihiraukan komentarnya, maka itu tak akan membahayakan.
Ibnu Taimiyah berkata, “Sabda nabi tadi, adalah perintah untuk mencapai hal bermanfaat dan bertawakkal, yaitu isti`anah pada Allah. Maka siapa yang hanya andalkan salah satunya saja, maka ia telah bermaksiat pada salah satunya. Ia hanya minta tolong pada Allah, namun tak berbuat, maka Allah tak akan membantunya. Sebagaimana orang yang berusaha terus tapi lupa pada Allah, maka ia juga tak akan dapat.
Nabi melarang kita berifat al-Ajes (kelemahan), lawannya al-Kais (cerdas). Ada atsar dari Imam Tirmidzi walau dalam disiplin ilmu sanad, agak lemah. Dikatakan, “Siapa itu orang cerdas? Orang yang selalu memuhasabah dirinya dan ia beramal setelah kematian.” Sandanya lemah, namun maknya benar walau sebagian menghasankan sanadnya. Lawan cerdas adalah orang lemah, yaitu orang yang mengikutkan hawa nafsunya dan panjang angan-angan. Sesuatu yang mustahil atau tidak musthil namun ia tak berbuat. Tinggi harapannya, namun tak ada kerja. Dalam hadist ini, dikatakan orang lemah, lawannya orang cerdas. Adaa kecerdasan yang tobi`i, sudah begitu dia dan ada pula yang bisa dilatih. Siapa yang melakukan pembekalan lalu meminta tolong pada Allah dan ia memperbaiki hal itu,maka dia akan termasuk orang yang taat pada Allah dalam dua urusan.
*) Ditulis oleh Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
**) Catatan kajian kitab ’Kawaid Nabawiyah’ setiap malam Rabu oleh Dr. Ust.Yusran Anshar, Lc.,M.A. @masjid Anas Bin Malik STIBA Makassar
Donasi Dakwah:
BNI Syariah 5000600502
Atas Nama Yayasan Amal Jariyah Indonesia
Konfirmasi 082-347-110-330