Khutbah Jumat
Keistimewaan dan Amalan Syawal
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ والبَرَكَاتُ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالذُّرِّيَّة
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَ رْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Mari terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan serta memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah ﷺ.
Kini kita berada pada hari Jumat kedua di bulan Syawal 1446 H. Baru saja rasanya bulan mulia Ramadhan datang, dengan sangat cepatnya berlalu, kita saat ini berada di bulan yang juga tidak luput dari keistimewaan dan amalan-amalan penting yang patut diperhatikan.
Kaum muslimin jama’ah jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Beberapa di antaranya:
Pertama: Bulan Syawal sebagai bulan yang berada di antara bulan-bulan suci
Bulan Syawal hadir setelah bulan suci Ramadhan, dan berada sebelum tiga bulan suci lainnya: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Nuansa dan pengaruh ibadah Ramadhan masih melekat dalam diri seorang muslim yang bertakwa, dan hal itu menjadi bekal menyongsong bulan-bulan haram berikutnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan-bulan itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Kedua: Bulan Syawal sebagai waktu untuk puasa enam hari setelah Ramadhan
Di antara keutamaan Syawal yang masyhur adalah anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari setelah Ramadhan. Barangsiapa yang mengerjakannya, maka ia memperoleh pahala seperti berpuasa selama satu tahun penuh.
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengikutkannya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim, no. 1164)
Hal ini dapat dipahami karena satu amal kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surah al-An’am ayat 160. Puasa sebulan Ramadan dikalikan sepuluh menjadi 10 bulan, ditambah 6 hari puasa Syawal dikalikan sepuluh menjadi 60 hari atau 2 bulan. Totalnya adalah 12 bulan atau satu tahun penuh.
Ketiga: Bulan Syawal sebagai awal momentum pembuktian ketakwaan
Setelah satu bulan penuh beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, bulan Syawal menjadi awal ujian sekaligus pembuktian apakah hasil dari ibadah tersebut benar-benar membuahkan ketakwaan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala
Bulan Syawal menjadi ladang pembuktian: apakah ibadah kita di bulan Ramadhan telah mengakar dalam diri kita atau hanya sebatas rutinitas musiman. Ketakwaan sejati adalah yang terus berlanjut, bukan hanya pada bulan tertentu.
Keempat: Bulan Syawal sebagai bulan pernikahan
Dalam sejarah Islam, bulan Syawal juga tercatat sebagai bulan yang diberkahi dengan pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata,
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ كَانَ أَحْظَى عِندَهُ مِنِّي؟
“Rasulullah ﷺ menikahiku di bulan Syawal dan membangun rumah tangga denganku di bulan Syawal pula, maka istri manakah dari Rasulullah yang lebih beruntung dariku?” Perawi berkata, “Aisyah dahulu menyukai agar para wanita dinikahkan pada bulan Syawal.” (HR. Muslim, no. 1423)
Ini menunjukkan bahwa bulan Syawal bukan bulan yang dipandang sial, sebagaimana sebagian anggapan jahiliyah dahulu, tetapi justru diberkahi dan mulia.
Kelima: Bulan Syawal sebagai bulan silaturahmi dan kebersamaan
Bulan Syawal juga dikenal sebagai bulan silaturahmi dan ziarah. Kaum muslimin saling berkunjung, saling memaafkan, dan mendoakan, “Taqabbalallahu minna wa minkum.” Ini menjadi momentum yang sangat baik untuk mempererat hubungan kekeluargaan, persaudaraan, dan ukhuwah Islamiyah.
Terlebih, hari-hari awal Syawal yang menjadi momen berkumpulnya keluarga dan kerabat, serta kesempatan saling menumbuhkan kasih sayang dan menghapuskan kebencian di antara sesama muslim.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita semua untuk memanfaatkan bulan Syawal ini dengan sebaik-baiknya dan menjadikannya sebagai kelanjutan dari amal saleh yang kita lakukan di bulan Ramadhan.
Jama’ah Jumat yang berbahagia
Demikian khutbah pertama ini, masih banyak hal tentang keistimewaan dan amalan-amalan di bulan Syawal, jangan lupa doakan kebaikan untuk saudara-saudara kita di Palestina, dan kebaikan untuk pemimpin kita, semoga Allah Ta’ala mengampuni setiap kita, dan mewafatkan kita semua dalam keadaan husnul khatimah, aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسࣱ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدࣲۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، يَا قَاضِيَ الحَاجَات
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِينَا وَأَهْلِنَا، وَلِكُلِّ مَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia
