Khutbah Jumat
Menghadapi Musibah
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ والبَرَكَاتُ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالذُّرِّيَّة
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَ رْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin jama’ah jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Mari terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan serta memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah ﷺ.
Pada kesempatan khutbah kali ini, izinkan kami selaku khatib untuk membawakan pembahasan tentang menghadapi musibah, khususnya banjir yang melanda berbagai banyak daerah di negeri kita saat ini.
Kaum muslimin jama’ah jumat yang berbahagia
Meskipun pahit, walaupun berat, sebenarnya musibah yang ditimpakan kepada hamba memiliki hikmah dan manfaat tersembunyi, seperti obat yang rasanya pahit tetapi berfungsi untuk menyembuhkan penyakit. Dalam kehidupan dunia, musibah sering kali menjadi sarana untuk membersihkan dosa, meningkatkan keimanan, mendidik seseorang agar menjadi lebih sabar, tegar, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Dalam hadis shahih disebutkan,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ، فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan sebanding dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah, jika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha, maka baginya keridhaan; dan barang siapa murka, maka baginya kemurkaan.” (HR. Tirmidzi, no. 2396; Ibnu Majah, no. 4031; dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi).
Turunnya cobaan lebih baik bagi seorang mukmin dibandingkan jika dosanya ditangguhkan hingga akhirat. Sebab, dalam cobaan terdapat penghapusan dosa dan peningkatan derajat. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, Dia akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Dan jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba, Dia akan menahan hukuman atas dosanya hingga Dia menyempurnakan hukuman itu di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi, no. 2396; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi).
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
لَا تَكْرَهُوا الْبَلَايَا الْوَاقِعَةَ، وَالنِّقْمَاتِ الْحَادِثَةَ، فَلَرُبَّ أَمْرٍ تَكْرَهُهُ فِيهِ نَجَاتُكَ، وَلَرُبَّ أَمْرٍ تُؤْثِرُهُ فِيهِ عَطَبُكَ أَيْ: هَلَاكُكَ
“Janganlah kalian membenci musibah dan bencana yang menimpa. Bisa jadi sesuatu yang kalian benci justru mengandung keselamatan, dan bisa jadi sesuatu yang kalian sukai justru mengandung kehancuran.”
Al-Fadhl bin Sahl berkata,
إِنَّ فِي العِلَلِ لَنِعَماً لَا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يَجْهَلَهَا، فَهِيَ تَمْحِيصٌ لِلذُّنُوبِ، وَتَعَرُّضٌ لِثَوَابِ الصَّبْرِ، وَإِيقَاظٌ مِنَ الْغَفْلَةِ، وَتَذْكِيرٌ بِالنِّعْمَةِ فِي حَالِ الصِّحَّةِ، وَاسْتِدْعَاءٌ لِلتَّوْبَةِ، وَحَضٌّ عَلَى الصَّدَقَةِ
“Sesungguhnya dalam penyakit terdapat nikmat yang tidak seharusnya diabaikan oleh orang yang berakal. Penyakit menjadi penyuci dosa, mengundang pahala kesabaran, membangunkan dari kelalaian, mengingatkan nikmat kesehatan, mengajak kepada taubat, dan mendorong untuk bersedekah.”
Kaum muslimin jama’ah jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Seorang mukmin mencari pahala di balik cobaan yang ia alami. Namun, tidak ada jalan untuk itu kecuali dengan bersabar. Dan tidak ada kesabaran tanpa kekuatan iman dan kehendak yang kuat.
Ingatlah sabda Rasulullah ﷺ,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin! Semua urusannya adalah kebaikan. Hal ini tidak terjadi kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim, no. 2999).
Seorang muslim yang tertimpa musibah dianjurkan untuk mengucapkan istirja’ yaitu “Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji’un” Sesungguhnya kita milik Allah dan sungguh kita akan dikembalikan kepadaNya, dan berdoa “Alloohumma’jurni fii mushiibati wa akhlif lii khairan minhaa” ya Allah berikanlah pahala terhadap musibahku dan ganti yang lebih baik.
Betapa indahnya saat seorang hamba kembali kepada Rabbnya, menyadari bahwa hanya Allah satu-satunya yang mampu menghilangkan kesulitan. Dan betapa besar kebahagiaan ketika jalan keluar tiba setelah kesulitan. Allah berfirman,
وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ * أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali.’ Mereka itulah yang memperoleh keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Kaum muslimin rahimakumullah
Ada hal-hal yang jika direnungkan oleh seseorang yang tertimpa musibah, maka musibah itu akan terasa lebih ringan dan lebih mudah dihadapi.
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Zadul Ma’ad (4/189–195) menyebutkan beberapa hal, di antaranya:
Pertama: Hendaknya ia melihat kepada apa yang masih dimilikinya. Ia akan mendapati bahwa Allah telah menyisakan baginya sesuatu yang serupa atau bahkan lebih baik dari apa yang hilang, serta menyimpan untuknya balasan yang jauh lebih besar jika ia bersabar dan ridha. Andai Allah menghendaki, Dia bisa saja menjadikan musibah itu lebih besar.
Kedua: Hendaknya ia memadamkan api musibahnya dengan merenungkan bahwa ia bukan satu-satunya yang tertimpa musibah. Lihatlah ke kanan, adakah yang terlihat selain kesusahan? Lihatlah ke kiri, adakah yang terlihat selain penderitaan? Jika ia menjelajahi dunia, ia akan mendapati bahwa setiap manusia tertimpa ujian, baik kehilangan sesuatu yang dicintai maupun memperoleh sesuatu yang dibenci. Kesengsaraan dunia ini hanya seperti mimpi dalam tidur atau bayangan yang cepat berlalu. Jika ia membahagiakan sesaat, ia juga akan menyedihkan berkali-kali lipat. Jika ia menyenangkan sehari, ia akan menyusahkan selamanya.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
لِكُلِّ فَرْحَةٍ تَرْحَةٌ، وَمَا مُلِئَ بَيْتٌ فَرَحًا إِلَّا مُلِئَ تَرَحًا
“Setiap kebahagiaan akan disusul dengan kesedihan. Tidak ada rumah yang dipenuhi kegembiraan kecuali juga dipenuhi kesedihan.”
Ibnu Sirin rahimahullah berkata,
مَا كَانَ ضَحِكٌ قَطُّ إِلَّا كَانَ مِنْ بَعْدِهِ بُكَاءٌ
“Tidaklah seseorang tertawa kecuali setelahnya ada tangisan.”
Ketiga: Menyadari bahwa keluh kesah tidak akan mengembalikan musibah, tetapi justru memperburuk keadaan. Keluh kesah pada hakikatnya hanya menambah penderitaan.
Keempat: Mengetahui bahwa kehilangan pahala atas kesabaran dan ketundukan yakni pahala berupa shalat, rahmat, dan petunjuk yang Allah janjikan kepada mereka yang sabar dan berserah diri sebenarnya lebih besar daripada musibah itu sendiri.
Kelima: Menyadari bahwa keluh kesah membuat musuh bersuka cita, menyedihkan teman, membuat Allah murka, menyenangkan setan, menggugurkan pahala, dan melemahkan jiwa. Sebaliknya, jika seseorang bersabar, mengharap pahala, dan ridha kepada Allah, maka ia membuat Allah ridha, menyenangkan teman, menyakiti musuh, dan bahkan menghibur orang lain sebelum mereka sempat menghiburnya. Inilah keteguhan dan kesempurnaan yang sejati, bukan dengan memukul wajah, merobek pakaian, atau melontarkan kata-kata keputusasaan dan ketidakpuasan terhadap takdir.
Keenam: Memahami bahwa kebahagiaan dan kenikmatan yang muncul dari kesabaran dan harapan akan pahala jauh lebih besar dibandingkan kenikmatan yang ia peroleh jika apa yang hilang darinya tetap ada. Salah satu balasan yang luar biasa adalah “Rumah Pujian” yang dibangun di surga bagi orang yang memuji Rabbnya dan mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Oleh karena itu, hendaklah ia mempertimbangkan mana yang lebih besar: musibah duniawi yang sementara atau kehilangan Rumah Pujian di surga yang abadi. Dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi disebutkan,
يَوَدُّ نَاسٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَّ جُلُودَهُمْ كَانَتْ تُقْرَضُ بِالْمَقَارِيضِ فِي الدُّنْيَا لِمَا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ أَهْلِ الْبَلَاءِ
“Pada hari kiamat, sebagian orang berharap kulit mereka dipotong-potong di dunia dengan gunting karena mereka melihat pahala yang diperoleh orang-orang yang sabar menghadapi cobaan.”
Sebagian ulama salaf berkata,
لَوْلَا مَصَائِبُ الدُّنْيَا لَوَرَدْنَا الْقِيَامَةَ مُفَلَّسِينَ
“Jika bukan karena musibah di dunia, niscaya kami akan datang di hari kiamat tanpa membawa apa-apa.”
Ketujuh: Menyadari bahwa Yang memberikan cobaan adalah Hakim yang Maha Bijaksana dan Maha Penyayang. Allah tidak mengirimkan musibah untuk menghancurkannya, menyiksanya, atau memusnahkannya. Sebaliknya, Allah menguji kesabarannya, keridhaannya, dan keimanannya, serta mendengar doanya dan melihat bagaimana ia merendahkan diri di hadapan-Nya dengan hati yang hancur, memohon hanya kepada-Nya.
Kedelapan: Mengetahui bahwa tanpa musibah dan cobaan dunia, seorang hamba dapat terkena penyakit kesombongan, keangkuhan, kezaliman, dan kekerasan hati yang dapat menghancurkannya di dunia dan akhirat. Dari rahmat Allah-lah, Dia mengobatinya dengan musibah sebagai penjagaan bagi ketundukan hamba-Nya, serta sebagai sarana untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk yang merusak. Maha Suci Allah yang memberikan rahmat melalui musibah, sebagaimana Dia menguji dengan nikmat. Sebagaimana dikatakan:
قَدْ يَنْعَمُ اللهُ بِالْبَلْوَى وَإِنْ عَظُمَتْ وَيَبْتَلِي اللهُ بَعْضَ الْقَوْمِ بِالنِّعَمِ
“Allah terkadang memberikan nikmat melalui musibah, meskipun berat, dan terkadang menguji sebagian orang dengan kenikmatan.”
Kesembilan: Menyadari bahwa kepahitan dunia ini pada hakikatnya adalah manisnya akhirat, dan sebaliknya, manisnya dunia adalah kepahitan akhirat. Berpindah dari kepahitan yang sementara menuju kenikmatan yang abadi adalah pilihan yang jauh lebih baik daripada kebalikannya. Jika hal ini masih sulit dipahami, maka renungkanlah sabda Nabi Muhammad ﷺ: “Surga diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi dengan hal-hal yang disukai.” (HR. Muslim).
Kaum muslimin jama’ah jumat yang berbahagia
Demikian khutbah pertama, inilah beberapa tentang bagaimana seorang mukmin menghadapi musibah, meskipun masih banyak sebenarnya, tapi karena waktu yang membatasi kita.
Semoga Allah Ta’ala mengumpulkan kita semua bersama Nabi kita Muhammad ﷺ di surga firdaus kelak, jangan lupa doakan kebaikan untuk saudara-saudari kita di Palestina, semoga Allah mewafatkan kita semua dalam keadaan husnul khatimah, aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسࣱ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدࣲۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia