Oleh: Muhammad Amirullah, M.Pd.
Ketua Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Yayasan Amal Jariyah Indonesia
Memaknai literasi
Literasi merupakan kata yang cukup akrab bagi khalayak ramai, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Literasi sendiri memiliki makna sebagai 1) kemampuan menulis dan membaca; 2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; 3) kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup; 4) atau dalam arti sempit dapat dimaknai sebagai penggunaan huruf untuk merepresentasikan bunyi atau kata (Kamus Besar Bahasa Indonesia – dalam jaringan). Aktivitas literasi seringkali dipahami sempit sebatas membaca dan menulis. Padahal berbagai pemaknaan yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa aktivitas literasi cukup beragam bentuknya. Meskipun demikian, harus diakui bahwa membaca dan menulis merupakan gerbang awal menuju ragam aktivitas literasi. Berbagai aktivitas seperti diskusi, bedah buku, penyampaikan gagasan dan opini (monolog atau dialog/ lisan atau tulisan), ataupun bincang interaktif dan inspiratif merupakan contoh dari ragam aktivitas literasi. Dengan pondasi bacaan dan tulisan yang kokoh, berbagai aktivitas literasi yang digalakan akan terlaksana dengan penuh makna, dan tidak hanya sekedar nama.
Literasi dalam tradisi keilmuan Islam
Islam, dalam banyak konteks serta praktik ajaran, sangat lekat dengan beragam aktivitas literasi. Penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia juga tidak terlepas dari tradisi literasi para tokoh dan ulama Islam. Tidak salah jika kita menyebut Islam sebagai agama yang kental dengan tradisi literasi. Ayat pertama yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad sawjuga adalah ayat tentang pondasi literasi, yakni perintah untuk membaca (Iqro’). Para ulama juga menyebutkan bahwa diantara ayat-ayat Alquran yang turun diawal adalah ayat tentang Pena (wal qolami wama yasthurun), yang secara tersurat menyebutkan sumpah Allah dengan pena dan tulisan. Keduanya merupakan instrumen penting dalam tradisi literasi.
Ayat terpanjang dalam Alquran juga merupakan ayat tentang literasi karena berisi perintah untuk menulis. Ayat tersebut terletak pada Quran surah Al Baqarah ayat 282. Pada ayat tersebut Allah Azza wajalla berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, … “ (Q.S Al Baqarah: 282). Alquran cukup banyak menyebutkan ayat tentang membaca dan menulis, keduanya ibarat dua sisi mata koin yang tidak terpisahkan dalam tradisi literasi.
Tradisi literasi lainnya yang melekat pada Alquran adalah tadabur ayat. Secara sederhana, tadabur dimaknai sebagai perenungan. Namun perenungan yang dimaksud adalah pelibatan aktivitas kognitif dan stimulasi daya nalar agar seseorang mampu berpikir secara kritis, analitis, dan praksis. Buah dari proses tadabbur tersebut harus menghasilkan ilmu dan amal yang semakin menguatkan keimanan kita kepada Allah Sang Rabb Semesta Alam.
Literasi sebagai gerakan imaniyah
Literasi telah menjadi bagian dari ummat Islam sejak lama, Alquran sebagai kitab suci yang lekat dengan tradisi literasi telah menjadi inspirasi para ulama yang abadi namanya melintasi waktu dan zaman. Kita tentu tidak akan mengenal para perawi hadits, para imam hadits, para imam mazhab, hingga para mufassir, diantara sebabnya karena mereka menghidupkan tradisi literasi dalam aktivitas keIslamannya. Sederet nama seperti Abu Hurairah, Abu Hanifah, Aisyah, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, hingga ulama-ulama kontemporer saat ini adalah para tokoh yang harum namanya karena hidupnya tradisi literasi dalam keseharian dan keislaman mereka. Dan tentu saja tradisi literasi yang mereka hidupkan adalah buah dari keimanan dan keikhlasan niat untuk mendapatkan ridho dari Allah swt.
Gerakan literasi juga tergambar sejak awal penciptaan makhluk di jagad semesta. Allah dan Rasulnya telah mengabarkan bahwa pena dan buku (lauhul mahfuzh) mengambil peran penting dalam perjalanan penciptaan semesta. Tidaklah keimanan seseorang sempurna kecuali hadirnya keyakinan yang kokoh tentang takdir yang telah tercatat dalam lauhul mahfuzh. Demikian pula kabar tentang malaikat yang senantiasa mendampingi manusia untuk mencatat berbagai aktivitas kebaikan (di sisi kanan) dan keburukan (di sisi kiri) untuk diperlihatkan kembali dalam bentuk buku catatan amal di yaumul akhir kelak.
Olehnya itu, sebagai insan-insan yang mengaku beriman kepada Allah azza wa jalla, mari senantiasa untuk berusaha menghidupkan tradisi literasi dalam aktivitas keseharian kita. Langkah awal sederhana yang dapat dilakukan adalah memperbanyak membaca beragam buku keislaman (disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan dilakukan secara berjenjang) untuk mendapatkan pemahaman yang paripurna tentang Islam. Sembari meningkatkan kualitas keilmuan melalui program pengkajian islam secara rutin dan intensif. Selanjutnya, senantiasa untuk mengakrabkan diri dengan pena dan tinta, dua instrumen penting yang akan mengasah kemampuan literasi seseorang menjadi lebih tajam. Perangkat teknologi dewasa ini harusnya mampu menandingi produkitivitas para tokoh dan ulama di masa lampau dalam aktivitas kepenulisan. Karena kemudahan yang kita dapatkan saat ini tidak dimiliki oleh mereka di masa yang lampau. Jika dua pondasi literasi ini dapat kita jalani secara konsisten, maka insyaa Allah semangat literasi yang tumbuh dapat hidup dan menggema dalam bingkai keimanan.
Peran pendidikan dalam gerakan literasi
Olehnya itu, penulis mengajak para pendidik untuk mengambil peran sebagai pelopor suburnya gerakan literasi di tengah masyarakat Indonesia. Pendidik dikenal luas sebagai representasi kaum literat dan intelektual. Para pendidik dapat menjadi duta di tengah masyarakat, untuk mensosialisasikan gerakan literasi sebagai tradisi orang-orang beriman dan mencapai kehidupan yang lebih baik. Penulis percaya, gerakan literasi akan mampu tumbuh lebih berkembang jika disosialisasikan terpadu sebagai gerakan imaniyah. Hal ini tentu turut memberikan kontribusi dalam mendukung gerakan literasi yang digalakan oleh para pendidik di sekolah, institusi lain serta pemerintah. Hingga pada akhirnya gerakan ini terpadu secara luas dalam aktivitas harian masyarakat.
Muara penting dari hidupnya tradisi literasi adalah mengembalikan kejayaan peradaban di Negeri ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa indikator kemajuan suatu negeri menggunakan patron “kemelekan literasi” sebagai salah satu indikatornya. Sejarah juga mencatat, bahwa peradaban yang hebat lahir dari tradisi literasi yang kuat. Negeri-negeri Islam membuktikannya sejak zaman pertengahan, demikian pula dengan Eropa dan Barat hari ini. Cukuplah hal tersebut menjadi pemantik bagi kita untuk mengikhtiarkan hidupnya tradisi literasi di Negeri ini. Kita berharap melalui ikhtiar literasi ini, kapasitasi bangsa dapat meningkat dan menyejajarkan diri dengan negeri-negeri yang lain pada seluruh sisi dan aspek. Semoga Allah azza wajalla senantiasa merahmati kita semua, menjaga niat-niat baik kita, dan menjadikan kita orang-orang yang senantiasa berada dalam keberkahan pada setiap aktivitasnya.
Sumber: lidmi.or.id