Kaidah ini diambil dari hadits nabi dari riwayat imam Bukhari dan Muslim. Dari imam al-Khattobi, ulama hadits di abad ke empat hijriyah,penulis kitab ma`alimul sunan, salah satu syarah dari Sunan Abu Daud. Beliau berkata, “Sesungguhnya, ujian pada saat kita bergaul dengan orang yang ada di zaman kita, sungguh sangat besar. Jadikanlah penolong begimu saat bergaul dengan orang di zamanmu dan kamu dapatkan ganguannya. Karena kamu tak akan mungkin selamat dari sedikit cobaan dari orang di zamanmu walau kamu bisa selamat dari kebanyaknnya. Jadi kebanyakan kita kalau bersama ahlu zaman, akan banyak ujian yang kita dapatkan. Seandainya pun kita berupaya untuk hindari, maka tak mungkin kita selamat seratus persen.
Hadist kita ini akan menjelaskan yang lebih dari itu. Hadist ini akan jelaskan kita bahwa kebanyakan orang-orang itu adalah yang jauh dari peringatan Allah. Sangat sedikit yang bisa diandalkan, yang punya kualitas baik.
“Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya manusia seperti unta sebanyak seratus, hampir-hampir tidaklah engkau dapatkan diantara unta-unta tersebut, seekor pun yang layak untuk ditunggangi” (Muttafaqun ‘alaih). Kalau ada seratus unta di hadapan kita, maka tak bisa didapatkan dari unta itu yang siap digunakan menjadi unta tunggangan (untuk safar, memikul barang,dll). Memang jumlahnya seratus, namun yang berkualitas, yang bisa digunakan safar, hanya 1 dari 100. Manusia kurang lebih begitu juga, dari seratus orang, mungkin cuma satu yang bisa diandalkan.”
Arahan dari nabi adalah bagaimana mewujudkan yang sedikit itu. Jangan terpesona dengan jumlah yang banyak karena dari jumlah yang banyak hanya sedikit yang dapat diharapkan. Ada proses pembentukan manusia yang berkualitas yang mungkin tak banyak, namun mampu memikul beban perjuangan ini. Dikutip oleh syaikh, “Ada kelompok yang dipersiapkan untuk menuntut ilmu yang bisa megajarkan kaumnya bila telah pulang dari perjuangan ini”.
Kemudian dari sini, ada beberapa renungan untuk kita perhatikan.
Pertama, wajib bagi para dai dan murobbi untuk memberikan perhatian yang besar untuk dapat mewujudkan generasi yag berkualitas itu. Kita sadar bahwa mereka tak lahir begitu saja. Sunnatullah dalam risalah, kita perlu bekerja, berusaha untuk mewujudkan manusia yang sedikit itu. Namun walaupun mereka sedikit, namun pengaruh mereka saat merima dakwah, pengaruh mereka sangat besar dari pada orang banyak namun tak berkualitas. Dalam dakwah, perlu ada dakwah untuk semua manusia, namun perlu juga ada dakwah khusus (tarbiyah). Apakah ada contoh seperti ini? Contoh yang dipahami dari nabi, diriwayatkan imam tirmidzi.
“Ya Allah, muliakan lah islam ini dengan salah satu dari dua orang yang paling kamu cintai”, ujar Rasulullah. Artinya ada diantara musuh Islam waktu itu yang sangat potensial. Maka perlu cermat melihat kader yang berpotensi. Siapa dia? Abu Jahl atau Umar bin Khattab. Abu Jahl adalah pemimpin yang dihormati, dan kuat. Umar bin Khattab juga demikian. Sangat benar sabda nabi. Bagaimana pun perubahan besar dengan keislaman Umar. Abdullah bin Mas`ud: “Dulu kami takut beribadah di ka`bah. Namun tatkala Umar jadi Islam, kami sudah mulai berani…..”
Islamnya Umar tak datang begitu saja, ini hidayah dari Allah, namun berkata doa nabi. Kita perlu mencari orang yang dengan keikutsertaannya, bisa mengubah peta kekuatan kaum muslimin. Waktu fathul Mekah, Nabi:”Siapa yang berlindung di belakang Abu Sofyan, maka akan selamat.” Saat itu, mengangkat Abu Sofyan, karena beliau wibawahnya besar, suka diangkat. Maka ketika pemimpinya masuk Islam dan ditempatkan seperti itu, maka mereka berbondong-bondong masuk Islam.
Contoh lain dari kalangan salaf dalam mencari yang berkualitas,yaitu apa yang diceritakan Abdul Wahab. Ismail bin Ayyas berkata:Ibnu Abi Husain al-Makkiah memanggil aku lalu beliau berkata pada yang hadir waktu itu, “Saya memandang kalian perlu mengedepankan orang ini dan kita utamakan ia terhadap diri kita sendiri karena saya sangat menaruh harapan besar kepadanya. Dengan ini, mereka tau bagaima kedudukan Ismail bin Ayyas. Suatu hari mereka bertanya tentang hadits, bahwa suatu makanan jika telah mengumpulkan empat hal, maka telah sempurna. Saat itu beliau cuma sebutkan tiga dan lupa yang empat. Islamil bin Ayyas ditanya yang ke empat. Saya katakan, disampaikan dari kami, “pertama, makanannya halal. Kedua, waktu diletakkan makanan itu diucapkan basamalah. Ketiga, banyak tangan di makanan itu. Ke empat, waktu mau diangkat, selesai, ucapkan alhamdulillah”. Sahidnya, saat banyak orang lupa, hanya satu yang ingat, maka wajar kalau beliau dapatkan rekomendasi khusus untuk orang ini. Jadi memang perlu ada orang yang kita berikan perhatian yang lebih. Setelah itu, beliau bertanya, “Bagaimana rekomendasi saya ini?”
Contoh lain, pentingnya pembinaan untuk orang khusus. Memang kita wajib membina semua manusia, namun kita perlu membina calon-calon murobbi yang akan tersebar. Contoh perhatian Umar bin Khattab terhadap Abdullah bin abbas. Umar bin Khattab mau tunjukkan di tengah-tengah sahabat agar jangan ada hal yang sensitif di tengah sahabat agar tak ada hal yang sensitif. Seorang anak, sepupu nabi, sejak kecil semangat belajar. Saat nabi meninggal, beliau masih 14 tahun. Maka saat SD, seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk mulazamah keapda nabi. Maka umar selalu hadirkan Abdullah bin Abbas di majelis syuro (majelis senior, pemikiran cerdas, pandangan luas, dan kedalaman ilmu syar`i). Majelis yang terhormat ini, Umar hadirkan anak kecil. Apa tujuan beliau? Agar anak kecil itu bisa berikan manfaat kepada mereka.
Dulu, sebagian keberatan dengan keputusan Umar karena seorang yang sangat muda diikutkan. Mengapa bisa ia diikutkan dengan veteran badar padahal beliau tak ikut di perang badar. Maka Umar ajukan pertanyaan, “Bagaimana tafsiran kalian dengan surah an-Nashr”. Mereka tafsirkan bahwa ini syariat Allah, kalau datang kemenangan, maka kita jangan busungkan dada. Kita bertasbih memuji Allah, kita beristigfar dan ucapkan hamdalah. Begitu ajaran Allah ketika datang kemenangan. Ini yang dipahami oleh meraka. Namun ketika Umar bertanya pada Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Tugas nabi telah selesai dan nabi nanti akan dipanggil oleh Allah. Artinya kemenagan sudah datang dan sebentar lagi akan dipanggil oleh Allah. Umar berkata, “Yang saya pahami, seperti yang dipahami oleh pemuda ini”. Maka wajar kalau beliau dapatkan perhatian yang lebih dari yang lain.
Kata syaikh, contoh-contoh inilah yang menyebutkan, apa yang kita kenali hari ini, perlunya ada pembinaan khusus calon pemimnpin. Harus ada latihan dasar kepemimpinan (LDK). Ada lemhanas. Jadi ini ada dasarnya, perlunya pembinaan orang khusus. Sunnah ini, telah dikenal sejak dulu oleh para murobbi dan ulama-ulama. ulama itu punya banyak murid, namun penyikapannya berbeda karena kualitas mereka berbeda. Jadi para ulama punya majelis umum dan majelis khusus untuk orang yang dianggap dapat lanjutkan keilmuan dan kepemimpinannya saat dipanggil oleh Allah. Dan seperti inilah juga kisah yang terkenal dari Umar bin Khattab. Beliau pernah berkumpul dengan para sahabatnya. Beliau berkata, “Coba kalian berangan-angan semua. Kita mau jayakan Islam. Bagaimana Islam ini ditinggikan dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya. Ini misi diutusnya nabi. “Apa kira-kira yang kita butuhkan?” Setiap orang berpikir, apa yang dibutuhkan. Saya berharap seandainya tempat kita ini, kampung ini, penuh dengan emas yang dengan emas itu, saya bisa berkontribusi dnegan berinfak fisabilillah. Kekurangan kita, kurang orang yang kaya yang dermawan. Lalu umar meminta pendapat lagi karena belum puas dengan jawaban ini. Maka mulai banyak lagi jawaban yang lain.
Akhirnya mereka menyerah. Mereka bertanya, “Apa lagi kekurangan kita supaya kita bisa menang?”. Umar berkata, “Kalau saya, seandainya tempat kita ini penuh dengan manusia yang berkuaitas, Abu Ubaidah, Muadz bin Jabbal, Hudzaifah”. Bukan harta yang paling dibutuhkan, tapi kader berkualitas. Jadi perlu diusahakan Islam punya banyak harta, namun bila harta banyak tanpa kader berkualitas, maka akan jadi mudhorat.
Untuk hadirnya kader berkualitas, perlu penelitian, pencarian. Kita harus cermat, siapa yang kita ajak agar dengannya ada akselerasi pada kemenangan islam.
Pertama, Saat dipahami hanya sedikit yang berkualitas, kita harus realistis. Jadi jangan muluk-muluk harapkan pada manusia hal yang ideal. Jangan harapkan semua seperti sahabat, Seperti fulan, syaikh bin baz, ust. Zaitun, dll. Karena semua manusia seperti unta, tak akan bisa semua unta siap ditunggangi dan memikul beban yang berat. Jadi jangan kita terlalu mau ideal, sampai paksakan bahwa semua perlu begitu. Kalau kita lihat seseorang tak bisa jadi pemimpin, jangan dipaksa. Nabi bersabda bahwa kalian ditolong oleh Allah, juga karena keberadaan orang yang lemah”. Kita butuh pemimpin yang memandu, namun ada pula orang lain yang bisa jadi aset. jangan berkata bahwa kita gagal mengkader kalau binaan kita tak semua seperti fulan. Semua sahabat dijamin masuk surga. Namun apakah semuanya sama dengan Abu bakar? Banyak sahabat yang namanya tidak dikenal, namun mereka penghuni surga.
Kedua, Ketika kita melihat surat al-Waqi`ah, kalau melihat manusia yang sangat menonjol, jangan mau qiyaskan bahwa semuanya harus begitu. Kita kadang remehkan yang lain karena tak seperti fulan. Ini akan buat mereka jauh dari dakwah. Tak semua kita mesti jadi ulama, mujahid, namun ada masing-masing posnya. STIBA untuk hasilkan ulama, namun kita juga butuh dokter, insiyur yang islami. Begitulah kadernya nabi. Beliau tak paksakan semuanya harus sepemberani Umar, semalu seorang Ustman, atau sedermawan seorang abdurrahman bin Auf.
Kadang bapak atau guru keliru pada anaknya. Mungkin ia punya anak sekian. Dia mau anaknya harus sama dengan semua anak yang paling ia kagumi. Padahal masing-masing anak ;punya sesuatu yang unggul dari yang lain. Murobbi dan guru juga begitu.
Ketiga, parameter kita terhadap beda-bedanya kualitas manusia, jangan hanya dilihat dari intelegensinya saja. Kita harus tau bahwa masing-masing punya kelebihan. Ada orang yang lebih dalam akademik, namun kurang kontribusi untuk umat. Ada orang yang pas-pasan, tapi punya banyak saham dalam dakwah. Makanya kadang kita bilang, si fulan kurang berprestasi pada akademik. Maka segera kita arahkan agar potensinya bisa maksimal. Masing-masing manusia bisa melihat dirinya. Lihat diri, bagian mana kita bisi berkontribusi pada umat. Ada yang semangat kerja, ada yang semangat infak, ada yang semangat belajar, dll.
Keempat, memahami kaidah ini, menjadikan seorang muslim punya obsesi yang tinggi, mau menambah kualitas kita. Jangan berpikir saya yang sembilan puluh sembilan itu. Tapi berpikirlah bahwa bisa jadi, saya yang satu itu. Lihat di sisi ilmu dan kesholehan, mari lihat ke atas supaya bisa bersaing dengan sehat dan janga lihat ke bawah. Jadikan ini sebagai pemicu bagi kita untuk jadi yang terbaik.
Syaikh menutup dengan kesimpulan:
- Apa yang kamu tak suka pada selainmu, usahakan kamu hindari. Jangan tambah kekurangan itu. Itulah fungsi cermin. Ketika kita lihat kekurangan, ada yang pelru dirapikan, maka ada upaya setelah itu. Saat berinteraksi, dan kita merasa tidak tepat yang dilakukan ikhwah ini, maka jangan tambah kesalahannya. Selain nasehati, jangan lakukan yang seperti itu.
- Jangan hidup di alam yuang idealis. Ada hal yang kurang dan itulah tabiat manusia. Jangan harapkan ustadz, murobbi, istri, yang tak punya salah atau kekurangan. Kalau antum cari ini, maka akan hidup sendiri, tak akan ada teman.
- Jangan harapkan yang mustahil bahwa semua harus berkualitas. Ada saja yang tak berkualitas dan itu lebih bayak
Arahan untuk kita, upayakan hal yang paling ideal, namun jika tak mampu,maka dekati yang ideal itu.
*) Ditulis oleh Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
**) Catatan kajian kitab ’Kawaid Nabawiyah’ setiap malam Rabu oleh ustadz Yusran Anshar, Lc.,M.A., Ph.D @masjid Anas Bin Malik STIBA Makassar